Antara Harapan dan Kenyataan

Tuhan menciptakan manusia dalam  keadaan dan bentuk terbaik jika dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain. Dilihat dari segi anatomi bentuk fisik dan kelengkapannya saja tersusun sangat baik mulai dari ujung kepala hingga kaki. Dalam kepala dianugrahi otak untuk menyimpan data-data yang ditangkap oleh mata dan didengar oleh telinga. Data-data tersebut tertulis dan tersimpan otomatis cukup lama hingga masa tua, meskipun sebagian ada yang hilang (pikun) karena faktor usia. Dari komponen pencernaan makanan dalam tubuhnya pun juga sangat tersusun baik, tertupi oleh kulit. Seandainya kulit dibuat transparan tentu akan terlihat menjijikkan.

Melihat dirinya dengan bentuk fisik terbaik, sampai-sampai membuat lupa diri dan beranggapan bahwa segala keinginannya pasti juga berjalan baik. Tapi Tuhan seringkali membuat rencana dan harapannya tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Mengapa bisa demikian? Wallahu a'lam. Tapi yang jelas itu sebuah teguran, bahwa rancangan manusia bukanlah faktor penentu terwujudnya sebuah impian atau harapan. Pada hakikatnya semua yang terjadi pada kita adalah anugrah-Nya yang bebas dari akibat permintaan. Contoh paling sederhananya; ketika kita masih dalam janin, apakah kita bisa berdoa minta tangan ataupun kaki? Jawabnya pasti tidak. Meskipun begitu Tuhan tetap memberinya beserta kelengkapan non fisik lainnya yaitu perasaan.





Kalaulah ada beberapa harapan dan impian kita tidak terwujud nyata setidaknya kita diberi kesehatan. Masih bisa medsosan sambil rebahan seharusnya membuat kita bersyukur, apalagi nikmat keimanan. Jangan sampai hanya gara-gara harapan seringkali tidak sesuai kenyataan kita negative thinking kepada Tuhan. Sabar dan ikhlas atas kenyataan dan keadaan yang tidak sesuai harapan memang berat, tapi apakah hanya karena faktor itu kita melupakan nikmat Tuhan yang lainnya! Alangkah tidak adilnya kita kepada-Nya. Sesuai tidaknya antara harapan dan kenyataan tentunya ada kemaslahatan bagi kehidupan kita. 

Biasanya yang sering terjadi, harapan yang menggebu-gebu hasilnya kontrakdiktif dengan kenyataan. Karena harapan yang menggebu-gebu muncul dari dorongan ambisi hawa nafsu yang dapat mengakibatkan ketamakan dan keserakahan. Maka dari itu Tuhan mencegah melalui kenyataan yang tak sesuai harapan. Manusia harus menyadari, rancangan dan rencana serta cita-cita hidup yang dibuatnnya bukanlah penentu kesuksesan. Apapun bentuknya kesuksesan hanyalah sebuah percikan kecil jika dibandingkan dengan kenikmatan surga. Bahkan hembusan nafas dan kesehatan yang kita rasakan adalah anugrah-Nya.

Percayakan dan pasrahkan hidup kepada Pencipta dengan totalitas tanpa batas. Tetap berusaha menyelesaikan perintahnya sebagaiman mestinya. Kalaupun efek negatif muncul dari diri kita berupa keluhan dan kemarahan karena beban yang terlalu berat sudah menjadi kewajaran dan seolah-olah Tuhan ingin menunjukkan bahwa manusia memang makhluk lemah tidak memiliki kekuatan super power dalam mengendalikan unsur non indrawi yang ada padanya (ego, nafsu, syahwat, ambsi).





Kalau impian dan harapan tidak sesuai kenyataan, kita harus menyadari dan mengevaluasi diri serta sadar diri bahwa kita hanyalah makhluk penuh dengan kekurangan dan kelemahan. Jangan sampai makhluk menyombongkan diri sehingga melupakan Rencananya Tuhan. Suka tidak suka, kenyataan yang tidak sesuai harapan adalah sebuan ketetapan yang mana manusia tak bisa merubahnya. Jalan yang rasional ialah menerima dan menghadapinya dengan sabar dan ikhlas. 

Sebagai penutup, semoga kita termasuk orang - orang yang kuat dan tabah menerima lika-liku kehidupan, diberi anugrah dalam hati berupa keikhlasan dan kesabaran. Amin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Destinasi Wisata Pantai di Malang Selatan

Jalur ke JLS Malang via Gondanglegi dan Bantur

Menyusuri Jalanan Merenungi Realita Penciptaan