Perspektif Hidup Indah dan Bahagia

Kalau dilihat dari perspektif hakekat segala sesuatu yang ada di dunia ini sebenarnya semu, tidak kekal, temporer, dan tidak selamanya. Hanya nafsu dan ego kita yang memanfaatkan panca indra kita semua yang nikmat-nikmat bertahan selama-lamanya. Dari kedua mata, yang kita lihat indah berharap kekal selamanya agar dapat dilihat lagi di lain waktu dan sebaliknya yang terlihat tidak indah segera musnah, lidah yang kita gunakan juga apa yang kita rasa kita makan kita minum dapat dibuat kembali, hidung merupakan indra penciuman menganggap apa yang kita hirup baunya harum enak berharap kekal dan bertahan selama mungkin, sebaliknya jika berbau sampah berharap segera disingkirkan.



Pola pikir yang demikian sangat manusiawi, tapi jika tidak diimbangi dengan kejernihan hati, maka ego dan nafsu kita akan menjadi malapetaka bagi kita sendiri. Untungnya juga, Tuhan memberikan tirai pelindung penutup sifat-sifat manusiawi kita (egoistik & nafsu) dengan keindahan fisik jasmani. Kalaupun ego dan nafsu bergejolak liar masih bisa terhibur dan tertutupi dengan anugrah ketampanan, kecantikan, kepandaian otak, dan lainnya yang sifatnya dzhohiri.

Sebenarnya hidup bahagia dan indah tergantung dari sikap kedewasaan diri kita secara batini ketika menerima sesuatu yang baik atau yang buruk. Ketika dapat nikmat bersyukur, sebaliknya kalau dapat musibah ujian bersabar dan berhati ikhlas, toh keduanya hakikatnya berasal dari Tuhan juga. Kendalanya, kita terlanjur berasumsi beranggapan bahwa bahagia identik dengan nikmat keinginan yang selalu terkabulkan, biasanya berupa kekayaan harta benda yang melimpah ruah dan kehidupan keluarga tanpa ujian masalah. Kita lupa bahwa dunia yang kita huni sangat berbeda dengan gambaran surga yang serba instan enak. Seakan-akan imajinasinya mensurgakan dunia, padahal eksistensi dunia belum tentu memiliki kesamaan dengan eksistensi surga dari segi bahan materinya.

Dalam Al-Qur'an surga diceritakan hanya gambaran seperti ini dan itu agar manusia punya ghirrah meraih kehidupan akhirat. Begitupun gambaran neraka, agar manusia tidak lepas kendali memperturutkan hawa nafsu dan ego-sentrisnya. Kalau Al-Qur'an tidak menceritakan surga dan neraka, bisa dipastikan manusia akan mati-matian mempertahankan dunia dan harta miliknya.

Kesimpulannya, HIDUP BAHAGIA DAN INDAH itu hanyalah tentang sikap kita ketika menerima sesuatu bagaimana menyikapinya, entah sesuatu itu sesuai dengan KEINGINAN NAFSU KITA atau BERTENTANGAN DENGAN NAFSU KITA. Atau justru HATI KITA kalah dengan kekuatan nafsu dan ego kita. Nau'dzu mindzalik. Rawatlah hati dengan istiqomah amal ibadah agar tidak kalah dengan ego dan nafsu, sehingga bisa HIDUP BAHAGIA DAN INDAH dengan Anugrah Rahmat Kesabaran dan Keikhlasan. Amiiin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Destinasi Wisata Pantai di Malang Selatan

Jalur ke JLS Malang via Gondanglegi dan Bantur

Menyusuri Jalanan Merenungi Realita Penciptaan